Jumat, 01 Januari 2016

KEUNIKAN PASAR TERAPUNG SIRING PIERE TENDEAN DAN KEKAYAAN WISATA PULAU KEMBANG

            Liburan akhir semester tahun ini memberikan kesan tersendiri terhadap pengalaman saya. Sesuai dengan rencana beberapa minggu sebelum libur akhir pekan tiba, saya dan keluarga saya berlibur ke Kalimantan Selatan tepatnya ke Kota Banjarmasin untuk mengunjungi sanak saudara agar mempererat tali silahturahmi. Sesuai dengan perintah Allah SWT QS. An-Nisa ayat 1, “…dan (peliharalah) hubungan silahturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.
            Selain mengunjuni sanak saudara, kami sekeluargapun menyempatkan diri untuk menikmati Kota Banjarmasin yaitu menuju tempat wisata yang menjadi ciri khas kota yang berjulukan “Kota Seribu Sungai” ini. Pagi hari sekali, kami menuju kepinggaran Sungai Siring, salah satu sungai yang ada di Banjarmasin. Tempat ini menjadi tempat yang strategis dan banyak dikunjungi oleh warga Kota Banjarmasin, sebagai sarana jogging dan wisata belanja.
Deretan Pedagang Pasar Terapung
      Dipinggiran sungai ini ditata sedemikian rupa agar memberikan kenyamanan dan keamanan bagi para pengunjung, berbagai macam dagangan ditawarkan yang dapat kita temui disepanjang pinggiran Sungai Siring. Saat kita sampai di ujung jalan disanalah Pasar Terapung Siring Piere Tendean berada. Terlihat para pedagang yang duduk di atas perahu yang disebut jukung menjajakan dagangannya di pinggir tempat yang sudah disediakan.
            Namun kondisi Pasar Terapung dulu dan sekarang sangat berbeda, dahulu jumlah pedangan Pasar Terapung sangatlah banyak, Sungai Siring dipenuhi dengan kegiatan jual beli di atas perahu yang pada saat itu masih dengan sistem barter, berbeda dengan sekarang yang jumlah pedangan yang ada hanya beberapa, dan apabila kita ingin membelipun dengan menggunakan uang.
kegiatan jual beli di Pasar Terapung
Karena perbedaan zaman yang semakin modern, transportasi dan perdagangan sekarang tidak terpaku dan berpusat di sungai, namun sudah banyak dengan mudahnya kita temui, terutama di wilayah perkotaan. Walau begitu, masih adanya pedagang yang berpartisipasi menunjukan bagaimana sejarah kota Banjarmasin dulunya.
Wisata Kuliner di Pasar Terapung
            Mengenai keadaan yang ada di sekitar lokasi pasar terapung, akses pengunjung agar dapat mencapai para pedagang yang berlabuh, dapat di sebut rawan. Karena, tempat kita berpijak yaitu di atas papan-papan yang mengapung, dan apabila jumlah orang yang berdiri di atas papan itu terlalu berlebihan, maka salah satu sisinya akan tenggelam. Hal ini memberikan sensasi tersendiri terhadap pengunjung baru yang belum terbiasa dengan keadaan tempat berdiri yang rawan tersebut. Walaupun rawan, namun ada beberapa pedagang kuliner yang dapat berjualan di atas papan tersebut, dan pengunjungpun bisa dapat duduk dan makan dengan baik. 
            Di area Pasar Terapung, selain menyajikan suasana jual beli, adapun penyewaan kapal kecil yang disebut klotok. Untuk menaiki klotok penumpang diwajibkan untuk membeli tiket terlebih dahulu, dan menunjukan tiket sebelum naik ke atas klotok. Klotok sendiri banyak digemari oleh pengunjung yang berwisata dengan keluarga besar, klotok akan membawa kita menyusuri Sungai Siring. Klotokpun dapat menjadi transportasi kita untuk menuju ke Pulau Kembang, yaitu sebuah ekowisata miliki Kota Banjarmasin.
            Dengan membayar Rp 500.000,00, kami dapat pulang pergi dari area Pasar Terapung-Pulau Kembang. Tiap penumpang diberi jaket pelampung untuk standar keselamatan dan kenyamanan. Saya dan beberapa sepupu saya memilih untuk duduk di atas atap klotok yang rata untuk menikmati pemandangan dan hembusan angin pagi segar kota Banjarmasin, sedangkan yang lain memilih untuk duduk di dalam klotok, yang harus menunduk hingga agar dapat memasukinya.
           
Anak-anak yang bermain di sungai
Dalam perjalanan menuju ke Pulau Kembang, ada satu hal yang sama sekali tidak pernah saya lihat di perkotaan dan kesan kebersamaan yang sangat saya dapatkan. Yaitu, anak-anak yang bertempat tinggal di pinggiran sungai, mereka bergelayutan di bawah jembatan dan meloncat ke atas klotok, ternyata ini adalah hal yang wajar yang biasa anak-anaka daerah sini lakukan bersama teman sebayanya.
            Betapa lihai dan beraninya mereka untuk meloncat bersama ke atas klotok, dan beberapa yang menggapai tangan kawannya yang sedang berenang di sungai untuk ikut naik ke atas klotok. Kemudian, disaat akan mendekati jembatan yang selanjutnya, merekapun bersiap sedia untuk meloncat dengan gaya bebas ke sungai. Dengan aba-aba dari salah satu kelompok mereka, serentak mereka loncat dari atas klotok ke sungai.
            Pemandangan inilah yang sangat saya senangi dalam liburan saya kali ini, karena betapa kagum nya saya. Di jaman modern ini, disaat teknologi sangat berkembang, masih ada para generasi muda yang lebih memilih menghabiskan waktunya bermain bersama dengan teman dan alam, ketimbang berdiam diri dirumah dan menatap layar monitor. Senyuman keceriaan mereka kala itu, membuat saya begitu bersemangat.

Sesampainya di Pulau Kembang, sebuah pulau kecil yang berada di tengah tengah sungai besar, pulau ini memang bernama Pulau Kembang, namun sebenarnya pulau ini bukan dipenuhi oleh berbagai macam kembang (bunga) namun yang dipenuhi banyak sekali kera. Sejarahnya mengapa disebut pulau kembang, dahulu kala karamnya kapal pendatang dari Cina karena ditenggelamkan oleh orang sakti kerajaan Kuin dulu, sehingga membuat batang batang pohon menyangkut dan membentuk pulau, orang orang yang merasa memiliki ikatan batin dengan nenek moyang pun datang dengan membawa kembang dan bertumpuklah banyak kembang disana sehingga disebut pulau kembang.
Sedangkan dengan keberadaan monyet disini dikarenakan keluarga Kerjaan Kuin yang dapat memiliki keturunan setelah mandi mandi di Pulau Kembang, sehingga diperintahkan pengawal untuk menjaga pulau tersebut agar tidak ada yang menggangu ataupun merusak, pengawalpun membawa sepasang kera ke pulau tersebut, pengawal sendiri menghilang secara gaib dan kera yang ditinggalkan beranak pinak sehingga menjadi penghuni Pulau Kembang.

Sebelum memasuki tempat wisata ini, masing masing dari kami membayar tiket dengan harga Rp 7.500 per orangnya, kemudian beberapa orang menawari kami kacang untuk member makan kera di dalam sana dan kami mengikuti pemandu yang ada. Pulau Kembang sendiri masih alami hutan, dengan jalan setapak kami menyusuri pulau ini. Baru saja memasuki area hutan, kami telah di sambut dengan kera dan duduk di atas dahan pohon, karena kera kera sini tidak berada dalam kandang namun bebas berkeliaraan, sehingga kita secara langsung bercengkrama dengan para kera liar penghuni pulau ini, seperti member makan mereka, menyentuh mereka, ataupun berfoto bersama mereka.
            Perjalanan wisata saya kali ini ditutup dengan sinar matahari yang mulai berada di atas kepala, dan saya sekeluargapun kembali dengan menggunakan klotok. Benar benar perjalanan yang sangat berkesan, dan tidak terlupakan untuk menambah wawasan dan pengalaman saya. Dimana saya  menambah wawasan, mengetahui sejarah, dan lebih memiliki rasa cinta tanah air karena berbagai macam keunikan dan keindahan yang ada di Indonesia.