Liburan akhir semester tahun ini
memberikan kesan tersendiri terhadap pengalaman saya. Sesuai dengan rencana
beberapa minggu sebelum libur akhir pekan tiba, saya dan keluarga saya berlibur
ke Kalimantan Selatan tepatnya ke Kota Banjarmasin untuk mengunjungi sanak
saudara agar mempererat tali silahturahmi. Sesuai dengan perintah Allah SWT QS.
An-Nisa ayat 1, “…dan (peliharalah) hubungan silahturahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu”.
Selain mengunjuni sanak saudara,
kami sekeluargapun menyempatkan diri untuk menikmati Kota Banjarmasin yaitu
menuju tempat wisata yang menjadi ciri khas kota yang berjulukan “Kota Seribu
Sungai” ini. Pagi hari sekali, kami menuju kepinggaran Sungai Siring, salah
satu sungai yang ada di Banjarmasin. Tempat ini menjadi tempat yang strategis
dan banyak dikunjungi oleh warga Kota Banjarmasin, sebagai sarana jogging dan
wisata belanja.
|
Deretan Pedagang Pasar Terapung |
Dipinggiran sungai ini ditata
sedemikian rupa agar memberikan kenyamanan dan keamanan bagi para pengunjung,
berbagai macam dagangan ditawarkan yang dapat kita temui disepanjang pinggiran
Sungai Siring. Saat kita sampai di ujung jalan disanalah Pasar Terapung Siring
Piere Tendean berada. Terlihat para pedagang yang duduk di atas perahu yang
disebut jukung menjajakan dagangannya di pinggir tempat yang sudah
disediakan.
Namun kondisi Pasar Terapung dulu
dan sekarang sangat berbeda, dahulu jumlah pedangan Pasar Terapung sangatlah
banyak, Sungai Siring dipenuhi dengan kegiatan jual beli di atas perahu yang
pada saat itu masih dengan sistem barter, berbeda dengan sekarang yang jumlah
pedangan yang ada hanya beberapa, dan apabila kita ingin membelipun dengan
menggunakan uang.
|
kegiatan jual beli di Pasar Terapung |
Karena perbedaan zaman yang semakin modern, transportasi dan
perdagangan sekarang tidak terpaku dan berpusat di sungai, namun sudah banyak
dengan mudahnya kita temui, terutama di wilayah perkotaan. Walau begitu, masih
adanya pedagang yang berpartisipasi menunjukan bagaimana sejarah kota
Banjarmasin dulunya.
|
Wisata Kuliner di Pasar Terapung |
Mengenai keadaan yang ada di sekitar
lokasi pasar terapung, akses pengunjung agar dapat mencapai para pedagang yang
berlabuh, dapat di sebut rawan. Karena, tempat kita berpijak yaitu di atas
papan-papan yang mengapung, dan apabila jumlah orang yang berdiri di atas papan
itu terlalu berlebihan, maka salah satu sisinya akan tenggelam. Hal ini
memberikan sensasi tersendiri terhadap pengunjung baru yang belum terbiasa
dengan keadaan tempat berdiri yang rawan tersebut. Walaupun rawan, namun ada
beberapa pedagang kuliner yang dapat berjualan di atas papan tersebut, dan
pengunjungpun bisa dapat duduk dan makan dengan baik.
Di area Pasar Terapung, selain
menyajikan suasana jual beli, adapun penyewaan kapal kecil yang disebut klotok.
Untuk menaiki klotok penumpang diwajibkan untuk membeli tiket terlebih
dahulu, dan menunjukan tiket sebelum naik ke atas klotok. Klotok sendiri
banyak digemari oleh pengunjung yang berwisata dengan keluarga besar, klotok
akan membawa kita menyusuri Sungai Siring. Klotokpun dapat menjadi
transportasi kita untuk menuju ke Pulau Kembang, yaitu sebuah ekowisata miliki
Kota Banjarmasin.
Dengan membayar Rp 500.000,00, kami
dapat pulang pergi dari area Pasar Terapung-Pulau Kembang. Tiap penumpang
diberi jaket pelampung untuk standar keselamatan dan kenyamanan. Saya dan
beberapa sepupu saya memilih untuk duduk di atas atap klotok yang rata
untuk menikmati pemandangan dan hembusan angin pagi segar kota Banjarmasin,
sedangkan yang lain memilih untuk duduk di dalam klotok, yang harus
menunduk hingga agar dapat memasukinya.
|
Anak-anak yang bermain di sungai |
Dalam perjalanan menuju ke Pulau
Kembang, ada satu hal yang sama sekali tidak pernah saya lihat di perkotaan dan
kesan kebersamaan yang sangat saya dapatkan. Yaitu, anak-anak yang bertempat
tinggal di pinggiran sungai, mereka bergelayutan di bawah jembatan dan meloncat
ke atas klotok, ternyata ini adalah hal yang wajar yang biasa anak-anaka
daerah sini lakukan bersama teman sebayanya.
Betapa lihai dan beraninya mereka
untuk meloncat bersama ke atas klotok, dan beberapa yang menggapai
tangan kawannya yang sedang berenang di sungai untuk ikut naik ke atas klotok.
Kemudian, disaat akan mendekati jembatan yang selanjutnya, merekapun bersiap
sedia untuk meloncat dengan gaya bebas ke sungai. Dengan aba-aba dari salah
satu kelompok mereka, serentak mereka loncat dari atas klotok ke sungai.
Pemandangan inilah yang sangat saya
senangi dalam liburan saya kali ini, karena betapa kagum nya saya. Di jaman
modern ini, disaat teknologi sangat berkembang, masih ada para generasi muda
yang lebih memilih menghabiskan waktunya bermain bersama dengan teman dan alam,
ketimbang berdiam diri dirumah dan menatap layar monitor. Senyuman keceriaan
mereka kala itu, membuat saya begitu bersemangat.
|
|
Sesampainya di Pulau Kembang, sebuah
pulau kecil yang berada di tengah tengah sungai besar, pulau ini memang bernama
Pulau Kembang, namun sebenarnya pulau ini bukan dipenuhi oleh berbagai macam
kembang (bunga) namun yang dipenuhi banyak sekali kera. Sejarahnya mengapa
disebut pulau kembang, dahulu kala karamnya kapal pendatang dari Cina karena
ditenggelamkan oleh orang sakti kerajaan Kuin dulu, sehingga membuat batang
batang pohon menyangkut dan membentuk pulau, orang orang yang merasa memiliki
ikatan batin dengan nenek moyang pun datang dengan membawa kembang dan
bertumpuklah banyak kembang disana sehingga disebut pulau kembang.
Sedangkan dengan keberadaan monyet disini dikarenakan keluarga
Kerjaan Kuin yang dapat memiliki keturunan setelah mandi mandi di Pulau
Kembang, sehingga diperintahkan pengawal untuk menjaga pulau tersebut agar
tidak ada yang menggangu ataupun merusak, pengawalpun membawa sepasang kera ke
pulau tersebut, pengawal sendiri menghilang secara gaib dan kera yang
ditinggalkan beranak pinak sehingga menjadi penghuni Pulau Kembang.
Sebelum memasuki tempat wisata ini, masing masing dari kami membayar
tiket dengan harga Rp 7.500 per orangnya, kemudian beberapa orang menawari kami
kacang untuk member makan kera di dalam sana dan kami mengikuti pemandu yang
ada. Pulau Kembang sendiri masih alami hutan, dengan jalan setapak kami
menyusuri pulau ini. Baru saja memasuki area hutan, kami telah di sambut dengan
kera dan duduk di atas dahan pohon, karena kera kera sini tidak berada dalam
kandang namun bebas berkeliaraan, sehingga kita secara langsung bercengkrama
dengan para kera liar penghuni pulau ini, seperti member makan mereka,
menyentuh mereka, ataupun berfoto bersama mereka.
Perjalanan
wisata saya kali ini ditutup dengan sinar matahari yang mulai berada di atas
kepala, dan saya sekeluargapun kembali dengan menggunakan klotok. Benar
benar perjalanan yang sangat berkesan, dan tidak terlupakan untuk menambah
wawasan dan pengalaman saya. Dimana saya
menambah wawasan, mengetahui sejarah, dan lebih memiliki rasa cinta
tanah air karena berbagai macam keunikan dan keindahan yang ada di Indonesia.